Kamu
katakan bahwa dunia ini terasa begitu sempurna, ketika aku hadir
menyelamatkan hari kelammu, menerangi waktu gelapmu, menyusun balok
detik menjadi menit dan menit menjadi jam, kau tersenyum menampar pergi
kesedihan itu. Kau buang derita yang selama ini kau rasakan menghimpit
rongga mimpimu, kau ubah warna pelangi sesukamu, kau langkahkan kaki
sesuai yang kau pilih, tentramkan pikiran dengan hal yang kau yakin akan
kau capai dan kau raih.
Tapi, kemana detik itu? Kemana langkah itu? Kemana mimpi itu? Kau hilangkan semua ketika kau sudah mengetahui rasa penat itu terdapat juga dalam diri ku, kau mundur selangkah demi selangkah menjauhi cahaya yang dulu kau tangkap dari kunang kunang yang sedang terbang bersama kawanannya, mengapa kau redupkan, mengapa kau hempaskan?
Begitu sakit ketika kau kini memiliki sebuah hal baru, memiliki sebuah udara dari baling baling yang berputar dari arah yang berlawanan. Tak ingatkah usaha yang dulu kau kejar hingga membuat aku percaya bahwa kau akan menangkapku ketika aku terjatuh nanti? Ku relakan segala waktu yang tersisa, ku lepas pikiran bahwa menunggu adalah hal yang membosankan melainkan sesuatu yang menyenangkan.
Kemana kau yang dulu? Dimana kau? Apakah kau terperangkap dalam ruang yang sepi kembali? Apakah kau menginginkan peri kecil dari negri sebrang untuk menyelamatkanmu? Tak bisakah aku yang kembali merobohkan puing yang menahan keinginanmu?
Kini kau asik dengan duniamu sendiri, ya tentunya tanpa aku, meski kadang kau menoleh memandangku dengan tatapan seperti menyalahkanku, atau menatapku seolah kau tidak ingin disalahkan, kau sungguh egois, entah kemana seorang imam yang dulu semua makmum damba, entah kemana raja yang berada disampingku ketika mata ini terpejam.
Tapi, kemana detik itu? Kemana langkah itu? Kemana mimpi itu? Kau hilangkan semua ketika kau sudah mengetahui rasa penat itu terdapat juga dalam diri ku, kau mundur selangkah demi selangkah menjauhi cahaya yang dulu kau tangkap dari kunang kunang yang sedang terbang bersama kawanannya, mengapa kau redupkan, mengapa kau hempaskan?
Begitu sakit ketika kau kini memiliki sebuah hal baru, memiliki sebuah udara dari baling baling yang berputar dari arah yang berlawanan. Tak ingatkah usaha yang dulu kau kejar hingga membuat aku percaya bahwa kau akan menangkapku ketika aku terjatuh nanti? Ku relakan segala waktu yang tersisa, ku lepas pikiran bahwa menunggu adalah hal yang membosankan melainkan sesuatu yang menyenangkan.
Kemana kau yang dulu? Dimana kau? Apakah kau terperangkap dalam ruang yang sepi kembali? Apakah kau menginginkan peri kecil dari negri sebrang untuk menyelamatkanmu? Tak bisakah aku yang kembali merobohkan puing yang menahan keinginanmu?
Kini kau asik dengan duniamu sendiri, ya tentunya tanpa aku, meski kadang kau menoleh memandangku dengan tatapan seperti menyalahkanku, atau menatapku seolah kau tidak ingin disalahkan, kau sungguh egois, entah kemana seorang imam yang dulu semua makmum damba, entah kemana raja yang berada disampingku ketika mata ini terpejam.