~

Terimakasih telah berkunjung dan mellihat blog saya, MELIHAT silakan, MENCARI INSPIRASI juga boleh, COPAS? emm.. saya percaya anda bukan PLAGIAT ! jadi tolong untuk tidak mencuri karya orang lain :)

Kamis, 07 Juni 2012

Antara Ada dan Tiada


Pagi ini seperti hari-hari biasanya, riuh rendah. Ku tatap gedung sekolah baru ku, ku pandangi sekitarnya, biar pun tak semenarik sekolah lama ku, tapi ku harap sekolah ini akan memberikan kesan yang baik kedepannya.
Pagi ini aku memasuki semester awal kelas 11 SMA, aku berpenampilan segar sekali, dengan rambut bergaya ala boyband korea, diiringi aroma fresh dari parfume yang ku pakai. Sesekali aku menyapa teman-teman baru ku yang kebetulan berpapasan dengan ku, memperkenalkan diri, basa-basi sebentar, tersenyum saat menutup pembicaraan, lalu berjalan kembali.
Aku mencari kelas dimana aku akan menuntut ilmu disana, ya kelas 11 IPA 1, letaknya berada dilantai dua. Saat aku memasuki kelas, ternyata kelas masih dalam keadaan kosong, berbeda dengan sekolah lama ku yang biasanya jam 06.00 pagi pasti sudah ramai. Aku malas sekali untuk masuk dan duduk dikelas karena keadaan masih hening, aku memutuskan untuk keluar dan duduk dikursi balkon didepan kelas sambil memandangi langit biru .
Saat aku sedang asik memandang langit, tiba-tiba pandangan ku teralihkan ke bawah, ada seorang gadis manis sedang tertawa terbahak sehingga perhatian ku tertuju padanya, dan aku pun berkata, “ waw, mahkluk yang indah ! ”. senyumnya mengalihkan segalanya, aku memandangnya hingga tak berkedip, sampai akhirnya ia hilang karena berlari dikejar temannya.
Sesaat aku terdiam sejenak dan berfikir siapa gadis itu, tiba-tiba terdengar sebuah alunan musik dari gesekan biola seseorang, aku mencari asal suara itu, kemudian aku sudah berada di gedung tua lama yang terletak di belakang gedung baru. Dengan rasa takut yang bercampur dengan rasa penasaran, akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam, ku lihat sekeliling ruangan, aku baru sadar gedung ini memang terlihat tua dibagian luar, tapi ternyata dibagian dalamnya masih layak untuk dipakai. Ku buang jauh fikiran itu dan terus mencari suara indah itu, hingga akhirnya aku sampai didepan ruangan musik yang berada disudut koridor berdebu ini. Ku buka daun pintu secara perlahan, dan aku melihat sesosok gadis manis yang sedang memainkan biolanya dengan mata terpejam, aku memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki, sepertinya dia anak sekolah ini juga, karena aku melihat ia memakai seragam yang sama seperti ku. Kembali ku mendengarnya memainkan biola, beberapa detik kemudian musik itu berhenti, aku pun spontan bertepuk tangan atas penampilannya yang memukau. Lalu dia berkata “siapa kamu ?, kenapa ada disini ?” dengan wajah tanpa ekspresi. “aku Syahrezazuardi, kamu bisa memanggilku Reza. Aku ada disini karena mendengar alunan suara dari biola mu” kata ku menjawab pertanyaannya satu persatu. “kamu siapa ? Kenapa bermain biola digedung lama?” lanjut ku bertanya tak mau kalah. Sayangnya sebelum pertanyaan ku dijawab olehnya, bel sekolah berbunyi. Aku langsung ingin berlari, tapi aku menoleh kepada gadis itu, dan mengajaknya agar kembali ke gedung baru bersama ku. “duluan saja, aku ga akan terlambat kok” katanya dengan senyum tipis dibibirnya. Aku tersenyum juga dan memasang ancang-ancang untuk berlari secepat mungkin, aku tak ingin terlambat dihari pertama ku sekolah.
oo0oo
Aku berlari secepat mungkin mengarah ke kelas, tapi sialnya aku terlihat oleh salah satu guru piket yang bertugas, aku dipanggilnya dan ditanya macam-macam, “dari mana kamu ? Kenapa bel sudah berbunyi kau masih berkeliaran diluar kelas ? Siapa nama mu ? Kamu Kelas berapa ?”. “maaf, saya murid baru bu, nama saya Syahrezazuardi, saya dari tadi mencari kelas 11 IPA 1 tapi tidak ketemu, makanya saya masih diluar kelas,” jawab ku sedikit berdusta. “oh, kamu murid baru, kelas 11 IPA 1 berada dilantai dua, karena kamu murid baru, kamu saya bebaskan dari denda atau pun hukuman, tapi lain kali jangan diulangi ya,” Katanya dengan suara agak sedikit melunak dari pada sebelumnya. “Iya bu, saya janji tidak akan terlambat lagi,” kata ku berlaga polos. “yasudah, silakan masuk kelas”, perintahnya. Aku pun berlari menuju kelas ku.
Sesampainya dikelas, ku lihat kelas sudah ramai, ku jelaskan alasan ku terlambat pada guru. Karena aku anak baru, dia menyuruhku untuk memperkenalkan diri didepan kelas. “hai, nama saya Syahrezazuardi, kalian bisa memanggil saya Reza, saya pindahan dari sekolah negri di Bandung, dan saya harap teman-teman bisa memberi bantuan”,  kata ku bersikap ramah. Tapi, aku terkejut saat melihat ditengah banyaknya murid didalam kelas, ada dua mahkluk indah yang kutemui hari ini duduk manis disana, tak ku sangka aku bisa sekelas dengan keduanya. Tetapi ada sesuatu yang aneh bersarang difikiran ku, Aku bingung dan setengah tak percaya, kenapa gadis biola itu sudah ada didalam kelas? padahal tadi aku duluan yang kembali ke gedung baru, dan kenapa dia tidak tertangkap guru piket yang bertugas?, hah banyak sekali pertanyaan ku yang ingin ku dengar jawabannya dari mulutnya sendiri.
Ku pilih tempat duduk yang pas untuk ku, ku lihat masih ada banyak tempat kosong, termasuk dengan kedua gadis itu, tapi berhubung aku masih penasaran terhadap si gadis biola, ku putuskan duduk bersamanya. Saat ku duduki kursi, ada seperti hawa lain, tapi hawa itu membuat hati tenang. Ku buang fikiran negatif itu dan mendengar sang guru mengabsen muridnya satu-persatu. Aku menunggu nama gadis manis itu disebut oleh sang guru, dan saat guru itu memanggil nama ‘Putri Oxcel Visca’ gadis itu mengangkat tangan kanannya, oh, namanya Putri kata ku dalam hati.
Setelah semua nama dipanggil oleh guru termasuk nama ku, sang guru bertanya, “apa ada yang belum terpanggil?“. Aku ingin langsung mengangkat tangan, karena aku merasa ada yang belum terabsen, tetapi tangan ku ditahan oleh si empunya nama. Ku tengok orang yang menahan tangan ku disamping, lalu aku berbisik padanya, “hei, bukannya nama mu belum terabsen ?”. “biarkan saja, semua guru sepertinya marah pada ku,“ kata si gadis biola. “hah? Marah? Kenapa mereka marah sama kamu ?,“ Tanya ku penasaran. “aku salah satu siswi yang tahun ini tidak naik kelas, maka dari itu semua guru marah pada ku, karena aku harus merepotkan mereka kembali, makanya aku gak diabsen”, jawabnya cepat. “oh begitu, kalau boleh tau, nama kamu siapa?“ tanya ku. “nama ku Sasya Myqwen Agatha, kamu bisa memanggil ku Chacha,“ jawabnya. Ku Tanya kembali pertanyaanku saat di gedung lama, “kenapa tadi kamu bermain biola di gedung lama ?“. “karena di gedung itulah aku bisa merasakan kesunyian yang alami, dan aku bisa merasakan semua nada menyatu dengan ku“. Aku mengangguk pertanda sudah puas atas jawabannya.
Ku palingkan tatapan ku ke depan kelas, bukan untuk memperhatikan sang guru disana, melainkan untuk melihat gadis manis berkulit putih yang kini senyumnya tak terlihat karena ia pun mengahadap kedepan, aku hanya dapat memperhatikan punggungnya, itu pun dengan jarak yang jauh. “kamu menyukainya ?“ tiba-tiba Chacha bertanya. “ya, hanya laki-laki bodoh yang tidak menyukai gadis semanisnya,“ aku ku. “namanya Putri Oxcel Visca, lebih sering dipanggil Uthi, dia terkenal dikalangan kakak kelas dan guru karena karena hebat dibidang apa pun, dan dia juga terkenal dikalangan anak laki-laki jahil yang hanya ingin memanfaatkannya, karena dia adalah keponakan kesayangan Kepsek dan cucu tunggal pemilik yayasan sekolah ini, jadi kalau kamu suka dengannya, yah harus siap menerima banyak saingan,” katanya menjelaskan. “waduh, putus asa duluan aku,” jawabku menciut. “kamu pasti bisa kok, jangan pesimis, tapi optimis, kamu bisa pasti mendapatkannya,” katanya menyemangati ku. “aku senang apabila mendapatkannya, tapi hanya bisa kenal dengannya saja, itu sudah cukup untuk ku,” jawab ku.
Tak terasa, bel tanda waktu istirahat berbunyi, aku ingin sekali ke kantin bersama yang lain, tetapi aku lebih memilih mencatat pelajaran yang tadi tak sempat ku dengar karena sibuk memperhatikan Uthi.
 “kamu gak ke kantin cha ?” Tanya ku ke Chacha. “gak ah, capek harus naik turun tangga, lagi pula aku membawa bekal dari rumah, nih kamu mau ?” jawabnya sambil menawarkan bekalnya. “oh iya, terimakasih,” kata ku sembari mengambil sepotong roti ditempat makannya. “loh, kamu sendiri kenapa gak ke ke kantin ?” tanyanya tak mau kalah. “aku masih mencatat pelajaran yang tadi masuk kuping kiri keluar kuping kanan hehehe,” jawab ku bercanda. “haha ada-ada saja kamu za, mau mencatat atau mau lihat Uthi yang juga memang gak ke kantin ?” ledeknya. “hehehe dua-duanya Cha,” jawab ku malu. Kami pun tertawa bersama.
“hai Uthi, sendirian aja nih ?” tiba-tiba ada salah satu kakak kelas yang entah datang dari mana menggoda Uthi, aku yang melihatnya memasang wajah tak suka atas perlakuan sang kakak yang genit. Uthi menghindar tanda memang tak ingin diganggu olehnya, tapi si kakak masih terus menggoda tak mau menyerah.
“gak panas liat Uthi digangguin cowo ?” Chacha mulai nyeletuk. “iya nih cha, aku gak tau harus gimana,” aku mulai putus asa. “yah lakuin apa yang emang kamu mau lakuinlah za,” katanya mengingatkan. Aku pun beranjak dari kursi ku menghampiri ke duanya, dan membuat sang kakak genit menjauh dari Uthi. “maaf kak kalau Uthi nya gak mau jangan dipaksa,” kata ku berlaga tegas. “eh kamu anak ingusan, kamu siapa ? kamu gak tau siapa aku, murid baru saja sudah berani melawan kakak kelas”. “maaf lagi kak, tapi saya tidak takut terhadap kakak, saya menghormati kakak, tapi saya harap kakak bisa menghargai kami yang adik kelas,” aku mulai mengelurkan keberanian ku. “berani sekali kamu menasehati ku ! belum pernah ku pukul ya kamu,” suasana semakin memanas. “saya rasa senioritas sudah gak zaman kak, dari pada adu otot mending adu otak kak,” saran ku. “sini kamu ! ku beri kamu pelajaran, berani sekali kamu berbicara seenaknya,” katanya marah sambil mulai melayangkan sebuah tinjuan dari kepalan tangannya. Mata ku terpejam bersiap menerima tinjuan dari sang kakak, ku dengar suara Uthi yang terus berteriak ‘cukup’ atau ‘hentikan’ saat detik-detik tinjuan itu melayang, dan saat sesenti lagi tinjuan itu datang, tangan sang kakak ada yang menahan, saat ku buka mata, ternyata Chacha sudah berada disamping ku untuk menahan tinjuan kasar si kakak. Aku tersenyum lebar kepada Chacha, tanda terimakasih atas pertolongannya. Sang kakak kabur tiba-tiba dan terus memegangi tangannya yang sepertinya kesakitan karena Chacha menahan tangannya dengan kuat sekali. “kamu gak kenapa-napa kan thi ?” Tanya ku khawatir. “oh iya, gak apa-apa kok, makasih yah emmm….” Uthi mengingat nama ku. “Syahrezazuardi, R-e-z-a Reza,” kata ku mengingatkan. “haha maaf lupa, makasih banyak yah Reza,” katanya sambil tersenyum manis. Huh aku bernafas lega, dan bangga karena aku dapat mengeluarkan keberanian ku hari ini untuk Uthi.
Bel masuk berbunyi, tanda jam istirahat telah usai, kami pun duduk seperti semula dan menunggu guru biologi datang untuk mengajar, kali ini aku ingin fokus, karena tak ingin jam istirahat kedua harus mencatat lagi seperti tadi, karena tak disangka perutku mulai kelaparan.
oo0oo
Sekarang waktu menunjukkan pukul 07.00 malam, ku sandarkan semua penat dan lelah ku di ayunan yang berada di taman belakang rumah, tiba-tiba hp ku bergetar dua kali, tanda bahwa ada sms yang masuk. Ku lihat layarnya, nomornya tidak ku ketahui, ku buka perlahan isi smsnya, ternyata itu sms dari Uthi.
Uthi : malam Reza, ini Uthi.
Aku : malam juga Uthi, ada apa ?
Uthi : aku sms karena ingin berterimakasih lagi atas kejadian yang tadi siang, kalau gak ada kamu mungkin aku sudah habis termakan rayuan si kakak yang tadi.
Aku : iya sama-sama Uthi, aku juga senang bisa membantu kamu.
Uthi : emm.. tapi aku masih merasa seperti ada hutang budi, mau jalan gak hari minggu ? aku traktir deh, mau yaa, biar kita impas.
Aku : sebenernya sih gak usah, tapi yah kalau kamu maksa, yasudah deh aku mau.
Uthi : oke, sekali lagi makasih ya Reza, good night.
Aku : night too.
Aku senang bukan main, aku berteriak kegirangan, tak ku sangka optimis ku membuahkan hasil, dan ini berkat Chacha, tak sabar aku menunggu esok hari, ingin ku ceritakan semuanya ke Chacha, dia juga pasti senang mendengarnya.
oo0oo
Pagi ini aku bangun lebih awal dari pada kemarin, tak sabar aku ingin bertemu dan menceritakkan semua kepada Chacha, tapi semua sia-sia saat aku mengetahui bahwa Chacha hari ini tidak masuk sekolah, dan itu berlanjut hingga seminggu kemudian. Padahal aku ingin menceritakan kegirangan ku atas Uthi. Aku penasaran, ada apa dengan Chacha ? kenapa tak ada guru yang bertanya tentang dirinya ?.
Aku berinisiatif untuk bertanya kepada wali kelas  yang berada di kantor. “permisi bu,” kata ku sopan. “iya Reza, ada apa ?”. “maaf bu, saya mau tanya, kenapa yah sudah seminggu ini Chacha tidak masuk sekolah ?”  tanya ku. “hah ? siapa za ? Chacha ? ibu gak kenal sama Chacha za”. “oh, maaf bu, maksud saya, Sasya Myqwen Agatha,” jawab ku memperjelas. “Sasya ? ibu gak pernah merasa punya murid bernama Sasya dikelas kita,” katanya bingung. “oh yasudah bu makasih, permisi,” kata ku beranjak pergi. Aku bingung dan tak percaya karena hampir semua guru yang ku tanya tak ada satu pun yang pernah mengenal, melihat, bertemu, atau mengetahui siapa itu Sasya Myqwen Agatha.
“kamu lagi nyari siapa za ? kok kayanya bingung banget dari tadi,” tanya Uthi. “aku mencari Chacha, thi, teman sekelas kita,” jawab ku mulai pasrah. “hah ? Chacha ? teman yang mana yah za ? anak baru ya ? kok aku gak tahu,” katanya. “masa kamu gak tahu thi ? itu loh yang waktu itu ngebantu aku nolongin kamu dari si kakak genit,” jelas ku. “loh ? bukannya waktu itu kamu mengahadapinya sendirian yah ? aku gak lihat kamu dibantu siapa pun za”. “kamu lihatkan waktu itu si kakaknya tiba-tiba pergi sambil megangin tangannya, itu karena hantaman dari tangan Chacha, thi”. “iya za aku melihatnya, tapi sungguh aku tak melihat siapa pun dikelas waktu itu kecuali kita bertiga,” uthi mempertegas. “masa kamu gak lihat thi, itu loh yang awal masuk duduk bersama ku,” tambahku. “Syahrezazuardi, dari awal masuk kamu duduk sendirian !” bentak Uthi. Aku kaget tak percaya, siapa Chacha sebenarnya ? “aku gak percaya thi, aku yakin Chacha itu ada,” kata ku tak mau kalah. Aku berlari ke tempat dimana aku pasti menemukan Chacha. “mau kemana kamu za ?” Tanya Uthi. “mau ke gedung lama dibelakang sekolah,” jawab ku sambil terus berlari.
Sesampainya di gedung lama, aku terus-menerus berteriak memanggil nama Chacha, tapi hasilnya nihil, tak ada satu pun jawaban dari setiap panggilan ku. Ku kelilingi seluruh area gedung lama, tapi tetap saja aku tak bisa menemukannya. “kamu mencari neng Sasya ya de ?” tiba-tiba ada seorang kakek tua yang menepuk punggung ku dari belakang, aku kaget bukan main, hingga lidah ku berdarah karena tergigit. “iya kek saya mencari Sasya, apa kakek kenal dengannya ?”. “yah saya kenal dengannya,” jawabnya singkat. “dimana kek dia sekarang ? apa dia baik-baik saja ?” Tanya ku panik. “tenanglah sebentar anak muda, mari kita duduk dulu,” katanya sambil mempersilakan aku duduk disebuah batang pohon yang sudah ditebang.
 “sekitar 15 tahun yang lalu, sekolah ini begitu indah dan sangat enak untuk dipandang, saya hanya seorang tukang kebun disekolah ini, dulu sekolah ini banyak yang meminati, banyak anak orang kaya yang menyekolahkan anaknya disini, termasuk seorang gadis bernama Sasya Myqwen Agatha, yang biasa dipanggil oleh saya neng Chacha, dia gadis manis berdarah belanda-indonesia yang memulai segalanya dengan alunan musik, alat musik yang dikuasainya adalah biola, dia ramah sekali terhadap siapa pun termasuk ke saya yang hanya tukang kebun. Tapi kejadian tragedi kebakaran diruang music sekolah ini membuat sosok ramah itu menghilang dari pandangan saya untuk selamanya,” kata si kakek bercerita. “maksud kakek, Chacha sudah…” kalimat ku menggantung tak percaya. “iya nak, neng Chacha sudah tiada lagi, dia sudah tenang di alamnya.” tidak mungkin kek, kemarin saya bertemu dengannya, dia seperti biasa, ramah, cantik, dan terlihat, dia masih ada kek !” aku menangis tak percaya, sang kakek pergi meninggalkanku sendiri. Aku tak percaya semua yang dikatakan sang kakek. Tetapi aku pun tak dapat memaksakan kehendakNya, mungkin Chacha hadir hanya ingin sekedar membantu ku untuk mengeluarkan semua rasa optimis ku, dan aku berdoa agar Chacha tenang di alam sana.

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar