Pagi ini seperti
hari-hari biasanya, riuh rendah. Ku tatap gedung sekolah baru ku, ku pandangi
sekitarnya, biar pun tak semenarik sekolah lama ku, tapi ku harap sekolah ini
akan memberikan kesan yang baik kedepannya.
Pagi ini aku
memasuki semester awal kelas 11 SMA, aku berpenampilan segar sekali, dengan
rambut bergaya ala boyband korea, diiringi aroma fresh dari parfume yang ku
pakai. Sesekali aku menyapa teman-teman baru ku yang kebetulan berpapasan
dengan ku, memperkenalkan diri, basa-basi sebentar, tersenyum saat menutup
pembicaraan, lalu berjalan kembali.
Aku mencari kelas dimana aku akan menuntut ilmu disana, ya
kelas 11 IPA 1, letaknya berada dilantai dua. Saat aku memasuki
kelas, ternyata kelas masih dalam keadaan kosong, berbeda dengan sekolah lama
ku yang biasanya jam 06.00 pagi pasti sudah ramai. Aku malas sekali untuk masuk
dan duduk dikelas karena keadaan masih hening, aku memutuskan untuk keluar dan
duduk dikursi balkon didepan kelas sambil memandangi langit biru .
Saat aku sedang asik memandang langit, tiba-tiba pandangan ku
teralihkan ke bawah, ada seorang gadis manis sedang tertawa terbahak sehingga
perhatian ku tertuju padanya, dan aku pun berkata, “ waw, mahkluk yang indah !
”. senyumnya mengalihkan segalanya, aku memandangnya hingga tak berkedip,
sampai akhirnya ia hilang karena berlari dikejar temannya.
Sesaat aku terdiam sejenak dan berfikir siapa gadis itu,
tiba-tiba terdengar sebuah alunan musik dari gesekan biola seseorang, aku
mencari asal suara itu, kemudian aku sudah berada di gedung tua lama yang
terletak di belakang gedung baru. Dengan rasa takut yang bercampur dengan rasa
penasaran, akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam, ku lihat
sekeliling ruangan, aku baru sadar gedung ini memang terlihat tua dibagian
luar, tapi ternyata dibagian dalamnya masih layak untuk dipakai. Ku buang jauh
fikiran itu dan terus mencari suara indah itu, hingga akhirnya aku sampai didepan
ruangan musik yang berada disudut koridor berdebu ini. Ku buka daun pintu
secara perlahan, dan aku melihat sesosok gadis manis yang sedang memainkan
biolanya dengan mata terpejam, aku memperhatikannya dari ujung rambut hingga
ujung kaki, sepertinya dia anak sekolah ini juga, karena aku melihat ia memakai
seragam yang sama seperti ku. Kembali ku mendengarnya memainkan biola, beberapa
detik kemudian musik itu berhenti, aku pun spontan bertepuk tangan atas
penampilannya yang memukau. Lalu dia berkata “siapa kamu ?, kenapa ada disini ?”
dengan wajah tanpa ekspresi. “aku Syahrezazuardi, kamu bisa memanggilku Reza.
Aku ada disini karena mendengar alunan suara dari biola mu” kata ku menjawab pertanyaannya
satu persatu. “kamu siapa ? Kenapa bermain biola digedung lama?” lanjut ku
bertanya tak mau kalah. Sayangnya sebelum pertanyaan ku dijawab olehnya, bel
sekolah berbunyi. Aku langsung ingin berlari, tapi aku menoleh kepada gadis
itu, dan mengajaknya agar kembali ke gedung baru bersama ku. “duluan saja, aku
ga akan terlambat kok” katanya dengan senyum tipis dibibirnya. Aku tersenyum
juga dan memasang ancang-ancang untuk berlari secepat mungkin, aku tak ingin
terlambat dihari pertama ku sekolah.
oo0oo
Aku berlari secepat mungkin mengarah ke kelas, tapi sialnya
aku terlihat oleh salah satu guru piket yang bertugas, aku dipanggilnya dan
ditanya macam-macam, “dari mana kamu ? Kenapa bel sudah berbunyi kau masih
berkeliaran diluar kelas ? Siapa nama mu ? Kamu Kelas berapa ?”. “maaf, saya
murid baru bu, nama saya Syahrezazuardi, saya dari tadi mencari kelas 11 IPA 1
tapi tidak ketemu, makanya saya masih diluar kelas,” jawab ku sedikit berdusta.
“oh, kamu murid baru, kelas 11 IPA 1 berada dilantai dua, karena kamu murid
baru, kamu saya bebaskan dari denda atau pun hukuman, tapi lain kali jangan
diulangi ya,” Katanya dengan suara agak sedikit melunak dari pada sebelumnya. “Iya
bu, saya janji tidak akan terlambat lagi,” kata ku berlaga polos. “yasudah,
silakan masuk kelas”, perintahnya. Aku pun berlari menuju kelas ku.
Sesampainya dikelas, ku lihat kelas sudah ramai, ku jelaskan
alasan ku terlambat pada guru. Karena aku anak baru, dia menyuruhku untuk memperkenalkan
diri didepan kelas. “hai, nama saya Syahrezazuardi, kalian bisa memanggil saya
Reza, saya pindahan dari sekolah negri di Bandung, dan saya harap teman-teman
bisa memberi bantuan”, kata ku bersikap
ramah. Tapi, aku terkejut saat melihat ditengah banyaknya murid didalam kelas,
ada dua mahkluk indah yang kutemui hari ini duduk manis disana, tak ku sangka
aku bisa sekelas dengan keduanya. Tetapi ada sesuatu yang aneh bersarang
difikiran ku, Aku bingung dan setengah tak percaya, kenapa gadis biola itu
sudah ada didalam kelas? padahal tadi aku duluan yang kembali ke gedung baru,
dan kenapa dia tidak tertangkap guru piket yang bertugas?, hah banyak sekali
pertanyaan ku yang ingin ku dengar jawabannya dari mulutnya sendiri.
Ku pilih tempat duduk yang pas untuk ku, ku lihat masih ada
banyak tempat kosong, termasuk dengan kedua gadis itu, tapi berhubung aku masih
penasaran terhadap si gadis biola, ku putuskan duduk bersamanya. Saat ku duduki
kursi, ada seperti hawa lain, tapi hawa itu membuat hati tenang. Ku buang
fikiran negatif itu dan mendengar sang guru mengabsen muridnya satu-persatu.
Aku menunggu nama gadis manis itu disebut oleh sang guru, dan saat guru itu
memanggil nama ‘Putri Oxcel Visca’ gadis itu mengangkat tangan kanannya, oh, namanya Putri kata ku dalam hati.
Setelah semua nama dipanggil oleh guru termasuk nama ku, sang
guru bertanya, “apa ada yang belum terpanggil?“. Aku ingin langsung mengangkat
tangan, karena aku merasa ada yang belum terabsen, tetapi tangan ku ditahan
oleh si empunya nama. Ku tengok orang yang menahan tangan ku disamping, lalu
aku berbisik padanya, “hei, bukannya nama mu belum terabsen ?”. “biarkan saja,
semua guru sepertinya marah pada ku,“ kata si gadis biola. “hah? Marah? Kenapa
mereka marah sama kamu ?,“ Tanya ku penasaran. “aku salah satu siswi yang tahun
ini tidak naik kelas, maka dari itu semua guru marah pada ku, karena aku harus
merepotkan mereka kembali, makanya aku gak diabsen”, jawabnya cepat. “oh
begitu, kalau boleh tau, nama kamu siapa?“ tanya ku. “nama ku Sasya Myqwen
Agatha, kamu bisa memanggil ku Chacha,“ jawabnya. Ku Tanya kembali pertanyaanku
saat di gedung lama, “kenapa tadi kamu bermain biola di gedung lama ?“. “karena
di gedung itulah aku bisa merasakan kesunyian yang alami, dan aku bisa merasakan
semua nada menyatu dengan ku“. Aku mengangguk pertanda sudah puas atas
jawabannya.
Ku palingkan tatapan ku ke depan kelas, bukan untuk
memperhatikan sang guru disana, melainkan untuk melihat gadis manis berkulit
putih yang kini senyumnya tak terlihat karena ia pun mengahadap kedepan, aku
hanya dapat memperhatikan punggungnya, itu pun dengan jarak yang jauh. “kamu
menyukainya ?“ tiba-tiba Chacha bertanya. “ya, hanya laki-laki bodoh yang tidak
menyukai gadis semanisnya,“ aku ku. “namanya Putri Oxcel Visca, lebih sering
dipanggil Uthi, dia terkenal dikalangan kakak kelas dan guru karena karena
hebat dibidang apa pun, dan dia juga terkenal dikalangan anak laki-laki jahil
yang hanya ingin memanfaatkannya, karena dia adalah keponakan kesayangan Kepsek
dan cucu tunggal pemilik yayasan sekolah ini, jadi kalau kamu suka dengannya,
yah harus siap menerima banyak saingan,” katanya menjelaskan. “waduh, putus asa
duluan aku,” jawabku menciut. “kamu pasti bisa kok, jangan pesimis, tapi
optimis, kamu bisa pasti mendapatkannya,” katanya menyemangati ku. “aku senang
apabila mendapatkannya, tapi hanya bisa kenal dengannya saja, itu sudah cukup
untuk ku,” jawab ku.
Tak terasa, bel tanda waktu istirahat berbunyi, aku ingin
sekali ke kantin bersama yang lain, tetapi aku lebih memilih mencatat pelajaran
yang tadi tak sempat ku dengar karena sibuk memperhatikan Uthi.
“kamu gak ke kantin cha
?” Tanya ku ke Chacha. “gak ah, capek harus naik turun tangga, lagi pula aku
membawa bekal dari rumah, nih kamu mau ?” jawabnya sambil menawarkan bekalnya.
“oh iya, terimakasih,” kata ku sembari mengambil sepotong roti ditempat
makannya. “loh, kamu sendiri kenapa gak ke ke kantin ?” tanyanya tak mau kalah.
“aku masih mencatat pelajaran yang tadi masuk kuping kiri keluar kuping kanan
hehehe,” jawab ku bercanda. “haha ada-ada saja kamu za, mau mencatat atau mau
lihat Uthi yang juga memang gak ke kantin ?” ledeknya. “hehehe dua-duanya Cha,”
jawab ku malu. Kami pun tertawa bersama.
“hai Uthi, sendirian aja nih ?” tiba-tiba ada salah satu kakak
kelas yang entah datang dari mana menggoda Uthi, aku yang melihatnya memasang
wajah tak suka atas perlakuan sang kakak yang genit. Uthi menghindar tanda
memang tak ingin diganggu olehnya, tapi si kakak masih terus menggoda tak mau
menyerah.
“gak panas liat Uthi digangguin cowo ?” Chacha mulai nyeletuk.
“iya nih cha, aku gak tau harus gimana,” aku mulai putus asa. “yah lakuin apa
yang emang kamu mau lakuinlah za,” katanya mengingatkan. Aku pun beranjak dari
kursi ku menghampiri ke duanya, dan membuat sang kakak genit menjauh dari Uthi.
“maaf kak kalau Uthi nya gak mau jangan dipaksa,” kata ku berlaga tegas. “eh
kamu anak ingusan, kamu siapa ? kamu gak tau siapa aku, murid baru saja sudah
berani melawan kakak kelas”. “maaf lagi kak, tapi saya tidak takut terhadap
kakak, saya menghormati kakak, tapi saya harap kakak bisa menghargai kami yang
adik kelas,” aku mulai mengelurkan keberanian ku. “berani sekali kamu
menasehati ku ! belum pernah ku pukul ya kamu,” suasana semakin memanas. “saya
rasa senioritas sudah gak zaman kak, dari pada adu otot mending adu otak kak,”
saran ku. “sini kamu ! ku beri kamu pelajaran, berani sekali kamu berbicara
seenaknya,” katanya marah sambil mulai melayangkan sebuah tinjuan dari kepalan
tangannya. Mata ku terpejam bersiap menerima tinjuan dari sang kakak, ku dengar
suara Uthi yang terus berteriak ‘cukup’ atau ‘hentikan’ saat detik-detik
tinjuan itu melayang, dan saat sesenti lagi tinjuan itu datang, tangan sang
kakak ada yang menahan, saat ku buka mata, ternyata Chacha sudah berada
disamping ku untuk menahan tinjuan kasar si kakak. Aku tersenyum lebar kepada
Chacha, tanda terimakasih atas pertolongannya. Sang kakak kabur tiba-tiba dan
terus memegangi tangannya yang sepertinya kesakitan karena Chacha menahan
tangannya dengan kuat sekali. “kamu gak kenapa-napa kan thi ?” Tanya ku khawatir.
“oh iya, gak apa-apa kok, makasih yah emmm….” Uthi mengingat nama ku.
“Syahrezazuardi, R-e-z-a Reza,” kata ku mengingatkan. “haha maaf lupa, makasih
banyak yah Reza,” katanya sambil tersenyum manis. Huh aku bernafas lega, dan
bangga karena aku dapat mengeluarkan keberanian ku hari ini untuk Uthi.
Bel masuk berbunyi, tanda jam istirahat telah usai, kami pun
duduk seperti semula dan menunggu guru biologi datang untuk mengajar, kali ini
aku ingin fokus, karena tak ingin jam istirahat kedua harus mencatat lagi
seperti tadi, karena tak disangka perutku mulai kelaparan.
oo0oo
Sekarang waktu menunjukkan pukul 07.00 malam, ku sandarkan
semua penat dan lelah ku di ayunan yang berada di taman belakang rumah,
tiba-tiba hp ku bergetar dua kali, tanda bahwa ada sms yang masuk. Ku lihat
layarnya, nomornya tidak ku ketahui, ku buka perlahan isi smsnya, ternyata itu
sms dari Uthi.
Uthi : malam Reza, ini Uthi.
Aku : malam juga Uthi, ada apa ?
Uthi : aku sms karena ingin berterimakasih lagi atas kejadian
yang tadi siang, kalau gak ada kamu mungkin aku sudah habis termakan rayuan si
kakak yang tadi.
Aku : iya sama-sama Uthi, aku juga senang bisa membantu kamu.
Uthi : emm.. tapi aku masih merasa seperti ada hutang budi,
mau jalan gak hari minggu ? aku traktir deh, mau yaa, biar kita impas.
Aku : sebenernya sih gak usah, tapi yah kalau kamu maksa,
yasudah deh aku mau.
Uthi : oke, sekali lagi makasih ya Reza, good night.
Aku : night too.
Aku senang bukan main, aku berteriak kegirangan, tak ku sangka
optimis ku membuahkan hasil, dan ini berkat Chacha, tak sabar aku menunggu esok
hari, ingin ku ceritakan semuanya ke Chacha, dia juga pasti senang
mendengarnya.
oo0oo
Pagi ini aku bangun lebih awal dari pada kemarin, tak sabar
aku ingin bertemu dan menceritakkan semua kepada Chacha, tapi semua sia-sia
saat aku mengetahui bahwa Chacha hari ini tidak masuk sekolah, dan itu
berlanjut hingga seminggu kemudian. Padahal aku ingin menceritakan kegirangan
ku atas Uthi. Aku penasaran, ada apa dengan Chacha ? kenapa tak ada guru yang
bertanya tentang dirinya ?.
Aku berinisiatif untuk bertanya kepada wali kelas yang berada di kantor. “permisi bu,” kata ku
sopan. “iya Reza, ada apa ?”. “maaf bu, saya mau tanya, kenapa yah sudah
seminggu ini Chacha tidak masuk sekolah ?”
tanya ku. “hah ? siapa za ? Chacha ? ibu gak kenal sama Chacha za”. “oh,
maaf bu, maksud saya, Sasya Myqwen Agatha,” jawab ku memperjelas. “Sasya ? ibu
gak pernah merasa punya murid bernama Sasya dikelas kita,” katanya bingung. “oh
yasudah bu makasih, permisi,” kata ku beranjak pergi. Aku bingung dan tak
percaya karena hampir semua guru yang ku tanya tak ada satu pun yang pernah
mengenal, melihat, bertemu, atau mengetahui siapa itu Sasya Myqwen Agatha.
“kamu lagi nyari siapa za ? kok kayanya bingung banget dari
tadi,” tanya Uthi. “aku mencari Chacha, thi, teman sekelas kita,” jawab ku
mulai pasrah. “hah ? Chacha ? teman yang mana yah za ? anak baru ya ? kok aku
gak tahu,” katanya. “masa kamu gak tahu thi ? itu loh yang waktu itu ngebantu
aku nolongin kamu dari si kakak genit,” jelas ku. “loh ? bukannya waktu itu
kamu mengahadapinya sendirian yah ? aku gak lihat kamu dibantu siapa pun za”. “kamu
lihatkan waktu itu si kakaknya tiba-tiba pergi sambil megangin tangannya, itu
karena hantaman dari tangan Chacha, thi”. “iya za aku melihatnya, tapi sungguh
aku tak melihat siapa pun dikelas waktu itu kecuali kita bertiga,” uthi
mempertegas. “masa kamu gak lihat thi, itu loh yang awal masuk duduk bersama
ku,” tambahku. “Syahrezazuardi, dari awal masuk kamu duduk sendirian !” bentak
Uthi. Aku kaget tak percaya, siapa Chacha sebenarnya ? “aku gak percaya thi,
aku yakin Chacha itu ada,” kata ku tak mau kalah. Aku berlari ke tempat dimana
aku pasti menemukan Chacha. “mau kemana kamu za ?” Tanya Uthi. “mau ke gedung
lama dibelakang sekolah,” jawab ku sambil terus berlari.
Sesampainya di gedung lama, aku terus-menerus berteriak
memanggil nama Chacha, tapi hasilnya nihil, tak ada satu pun jawaban dari setiap
panggilan ku. Ku kelilingi seluruh area gedung lama, tapi tetap saja aku tak
bisa menemukannya. “kamu mencari neng Sasya ya de ?” tiba-tiba ada seorang
kakek tua yang menepuk punggung ku dari belakang, aku kaget bukan main, hingga
lidah ku berdarah karena tergigit. “iya kek saya mencari Sasya, apa kakek kenal
dengannya ?”. “yah saya kenal dengannya,” jawabnya singkat. “dimana kek dia
sekarang ? apa dia baik-baik saja ?” Tanya ku panik. “tenanglah sebentar anak
muda, mari kita duduk dulu,” katanya sambil mempersilakan aku duduk disebuah
batang pohon yang sudah ditebang.
“sekitar 15 tahun yang
lalu, sekolah ini begitu indah dan sangat enak untuk dipandang, saya hanya
seorang tukang kebun disekolah ini, dulu sekolah ini banyak yang meminati,
banyak anak orang kaya yang menyekolahkan anaknya disini, termasuk seorang
gadis bernama Sasya Myqwen Agatha, yang biasa dipanggil oleh saya neng Chacha,
dia gadis manis berdarah belanda-indonesia yang memulai segalanya dengan alunan
musik, alat musik yang dikuasainya adalah biola, dia ramah sekali terhadap
siapa pun termasuk ke saya yang hanya tukang kebun. Tapi kejadian tragedi
kebakaran diruang music sekolah ini membuat sosok ramah itu menghilang dari
pandangan saya untuk selamanya,” kata si kakek bercerita. “maksud kakek, Chacha
sudah…” kalimat ku menggantung tak percaya. “iya nak, neng Chacha sudah tiada
lagi, dia sudah tenang di alamnya.” tidak mungkin kek, kemarin saya bertemu
dengannya, dia seperti biasa, ramah, cantik, dan terlihat, dia masih ada kek !”
aku menangis tak percaya, sang kakek pergi meninggalkanku sendiri. Aku tak
percaya semua yang dikatakan sang kakek. Tetapi aku pun tak dapat memaksakan
kehendakNya, mungkin Chacha hadir hanya ingin sekedar membantu ku untuk
mengeluarkan semua rasa optimis ku, dan aku berdoa agar Chacha tenang di alam
sana.
The
End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar